SOLOK, Autenticnews.co,-
Usaha pertambangan rakyat di Sumatra Barat khususnya wilayah Kabupaten Solok, hingga kini masih tergolong ilegal. Pasalnya, provinsi tersebut belum menerbitkan WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat).
Hal itu disampaikan Kapolda Sumbar, Irjen Pol Dr Gatot Tri Suryanta menjawab pesan WhatsApp media menyikapi maraknya tambang emas ilegal di wilayah Simanau, Solok.
“Trims, semua akan ditindak lanjuti.. Kmrn sdh kita rapatkan dg Forkopimda, n sdh keluar instruksi gubernur. Saat ini sdg dirumuskan langkah2 mitigasi/edukasi dan penertiban serta mendorong regulasi terbitnya WPR, Smoga dlm waktu dekat sdh keluar regulasinya,” ujar Kapolda dikutip, Sabtu (27/09/25).
Berdasarkan keterangan yang disampaikan Kapolda Sumbar, hingga kini belum ada WPR di Sumbar. Pihaknya mengaku sudah rapat dengan unsur Forkopimda Provinsi Sumbar perihal edukasi serta penertiban tambang ilegal tersebut seraya mengirimkan nama nama daerah yang memiliki izin WPR di wilayah Indonesia.
“Kita sudah rapatkan perihal langkah-langkah edukasi bagi masyarakat serta penertiban tambang tersebut,” tegasnya.
Main Kucing-kucingan
Sementara, Dinas Kehutanan Kabupaten Solok mengeklaim rutin operasi tambang emas ilegal dan aktifitas pembalakan. Hanya saja, setiap petugas datang, lokasi selalu kosong atau pemilik tambang main kucing-kucingan dengan aparat.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Solok melalui UPTD Kesatuan Pengelolaan Solok, Bahkrizal Bakri saat menerima kunjungan kru media.
“Tim turun untuk mengecek lebih jelas mengenai kawasan hutan lindung yang dijadikan sebagai tempat penambangan emas dan kayu ilegal logging,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (26/09/25).
Menurut Bahkrizal, pihaknya melakukan patroli dilakukan lima kali dalam satu tahun. Baik di dalam serta luar kawasan. Hanya saja, setiap tim turun, lokasi tersebut selalu kosong.
“Saat tim patroli turun dari UPTD Dinas Kehutanan menelusuri lokasi, kawasan hutan yang dibabat sudah kosong. Tak ditemukan pekerja di tambang emas ataupun ilegal logging” pungkas dia.
Operasi Siang Malam
Diwartakan sebelumnya, aktivitas pertambangan emas ilegal di Kecamatan Tigo Lurah Bajanjang, Nagari Simanau, Kabupaten Solok, kian marak.
Dikhawatirkan menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih luas, hingga ancaman banjir bandang dan longsor yang setiap saat mengintai warga.
Elemen masyarakat sekitar mendesak pihak kepolisian segera melakukan langkah tegas, untuk menghentikan praktik yang merusak lingkungan itu.
Dari keterangan sejumlah sumber di lapangan, aktivitas pertambangan disebut dikendalikan oleh seorang warga yang dikenal dengan nama Jorong Edis.
Alat berat tampak beroperasi siang dan malam, mengeruk tanah dan batuan untuk memperoleh butiran emas.
Kegiatan tersebut tidak hanya menimbulkan lubang-lubang besar di perbukitan, tetapi juga merusak kelestarian hutan serta ancaman banjir bandang setiap saat.
“Seharusnya aparat segera turun tangan. Kegiatan ini jelas merusak lingkungan dan melanggar hukum,” kata seorang warga enggan disebut namanya di Simanau, Selasa (23/09/25).
Masyarakat menilai lemahnya pengawasan dan penindakan aparat penegak hukum, membuat aktivitas tambang ilegal tetap berlangsung.
Mereka berharap baik Kapolda Sumbar dan Kapolres Solok, AKBP Agung Pranajaya SIK segera menurunkan tim untuk menertibkan lokasi tambang emas. Sekaligus menindak tegas oknum yang terbukti membiarkan atau melindungi aktivitas ilegal tersebut.
“Kami mendesak agar kepolisian tidak hanya menyita alat berat, tetapi juga membawa pelaku ke ranah hukum agar ada efek jera,” ujar sumber lain.
Pemerhati lingkungan di Sumatera Barat, Rizal Fahmi menilai kerusakan kawasan hutan akibat aktivitas tambang emas ilegal sudah sangat serius.
Menurut dia, praktik tambang ilegal tidak hanya menghilangkan fungsi hutan sebagai penyangga air, tetapi juga meningkatkan potensi bencana alam.
“Kalau kerusakan ini dibiarkan, ancamannya nyata berupa longsor, banjir bandang, hingga hilangnya sumber air bersih. Ini bukan hanya soal ekonomi jangka pendek, tapi menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat,” bebernya.
Ia menegaskan, penegakan hukum harus berjalan seiring dengan upaya pemulihan lingkungan. Termasuk kewajiban reklamasi dan reboisasi di lahan bekas tambang.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku lanjutnya, praktik penambangan emas tanpa izin melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, bila aktivitas dilakukan di kawasan hutan, pelaku juga dapat dijerat UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Pasal 158 UU Minerba mengatur bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp 10 miliar. (Tim/ANC)